Rabu, 28 Oktober 2009

berelaksasi dengan sinema


Berelaksasi Dengan Sinema
Akhir pekan tiba. Saatnya mengumpulkan daftar film yang ingin ditonton untuk mengisi waktu. Mulai dari komedi, film horror, romantis, atau action. Semua itu perlu, buat variasi.
Mungkin bukan hanya satu-dua orang saja yang punya kebiasaan seperti ini. Tanpa disadari, hal ini sudah menjadi fenomena umum yang mudah dijumpai dalam masyarakat.
Hiruk pikuk kota metropolitan memang kadang membuat warganya tak sempat untuk “menikmati hidup”. Melakukan kegiatan tanpa harus diburu waktu, sehingga mampu mereguk kenikmatan si tiap detiknya.
Terlebih jika terlalu lelah beraktivitas di hari-hari kerja, akhir pekan akhirnya menjadi ajang untuk sekedar leyeh-leyeh di rumah. Kegiatan ini tentu saja sangat beragam pengertiannya bagi tiap individu. Ada yang memilih membersihkan rumah karena terlantar selama lima hari sebelumnya, berbenah koleksi buku yang berantakan, mendengarkan musik kesayangan, namun yang tetap tak ketinggalan adalah menonton kumpulan film yang belum sempat ditonton.

Minggu, 25 Oktober 2009

1st scratch


Awalnya saya sendiri bingung, “Apa ya, yang mau gw tulis di blog ?”. Lalu saya berpikir untuk membuka binder, tempat segala macam tulisan-tulisan saya bersemayam. Akhirnya setelah beberapa lama, inilah yang saya pilih sebagai coretan pertama saya di blog. Tulisan Samuel Mulia yang dimuat setiap hari Minggu di harian Kompas ini, sudah lama begitu menarik perhatian saya karena gaya tulisannya yang amat cablak. Tulisan-tulisannya begitu menginspirasi, bahkan kadang-kadang sampai menampar pipi pembacanya, termasuk saya. Selamat membaca!

Begini Mungkin Mengurangi Madesu

Saya baru saja berpikir untuk mengisi “Kilas Parodi” ini. Tetapi, sebelumnya saya mengecek surat elektronik dan saya mendapati sebuah ilustrasi yang saya pikir menarik untuk dibagi sebagai cara mengurangi madesu itu. Dalam bahasa Inggris, karena mau saya terjemahkan, saya takut salah. Mungkin banyak dari Anda sudah mendapatkan cerita mulia ini. Semoga Anda tidak bosan kalau saya mengulanginya.

A man went to a barbershop to have his hair cut and his beard trimmed. As the barber began to work, they began to have a good conversation. They talked about so many things and various subjects. When they eventually touched on the subject of God, the barber said: “I don’t believe that God exists.” “Why do you say that?” asked the customer. “Well, you just have to go out in the street to realize that God doesn’t exist.”

“Tell me, if God exists, would there be so many sick people? Would there be abandoned children? If God existed, there would be neither suffering nor pain. I can imagine a loving God who would allow all of these things.”

The customer thought for a moment, but didn’t respond because he didn’t want to start an argument. The barber finished his job and the customer left the shop. Just after he left the barbershop, he saw a man in the street with a long, stringy, dirty hair and an untrimmed beard.

He looked dirty and unkempt. The customer turned back and entered the barbershop again and he said to the barber, “You know what? Barbers do not exist.” “How can you say that?” asked the surprised barber. “I am here, and I am a barber. And I just worked on you!” “No!” the customer exclaimed. “Barbers don’t exist because that man outside.”

“Ah, but barbers do exist! That’s what happens when people do not come to me.” “ Exactly!” affirmed the customer. “That’s the point! God, too, does exist! That’s what happens when people do not go to Him and don’t look to Him for help. That’s why there’s so much pain and suffering in the world.”

(SAMUEL MULIA)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...