25 Juli 2015, aku dan Mba As bertualang menuju kota kembang, Bandung . Kami naik kereta
yang sudah dipesan sebulan sebelumnya. Kebetulan lagi ada promo harga untuk
kereta eksekutif. PP hanya menghabiskan dana kurang dari 100 ribu. Aku pun
sudah memesan kamar di hotel Bukit Dago lewat situs traveloka tiga minggu
sebelumnya. Tarif kamar per malam disana 230 ribu, itu sudah termasuk sarapan. Cukup murah mengingat letak
hotelnya yg strategis di pinggir jalan raya. Jadi tidak sulit untuk mencari
lokasinya nanti. Kami menginap hanya semalam disana, karena kami ingin mengejar sunrise keesokan paginya.
Kami berangkat dari stasiun Gambir pukul 10.15 pagi.
Di tengah perjalanan, kami diberi informasi bahwa kita akan melewati jembatan
yg menghubungkan kota
Jakarta dan Bandung . Pemandangan di
sisi jurang tersebut akan menghasilkan jepretan yg indah bagi para
fotografer. Setelah itu kami juga
melewati terowongan kuno yg lumayan panjang, hampir 1 kilometer. Suasana
langsung berubah seperti malam hari seketika itu juga. Oya, menjelang akhir
perjalanan, Mba As juga sempat tidur. Sementara aku asik membaca referensi
mengenai destinasi kami.
Selfie dulu di kereta dalam perjalanan menuju Bandung
Asyik membaca referensi dari blog.
Thanks to pergidulu.com, satyawinnie.com, thetravelearn.com
Dan akhirnya kami tiba di kota Bandung pukul setengah 3 sore. Kami makan
siang di kedai bakso yg terletak tidak jauh dari stasiun. Kayanya yg dagang bukan orang
asli Bandung ,
karena pas diajak ngomong sundaan sama mba As, malah jawabnya pake bahasa Indonesia . Oh
ya, selama perjalanan ini aku merasa amat tertolong oleh partnerku, mba Asni. Karena berkat keahliannya ngomong sunda, jadi banyak membantu kami dalam
perjalanan ini. Menanyakan tempat, transportasi dan lain-lain jadi lebih mudah. Aku pun jadi
ikut melihat gimana cara masyarakat disana berkomunikasi. Mereka rata-rata sangat ramah
dan sopan. Ketika turun dari angkot, tidak lupa mengucapkan “nuhun ya a..” Aku
pun jadi ikutan berbicara dan belajar bahasa sunda dikit-dikit dari mba As.
Paling gak, jadi tau kalo mau bilang makasih, permisi, dan ketika ingin menolak
sesuatu. Disana juga aku sempat nanya rute angkot yg mengarah ke Braga . Abangnya jujur
bilang kalau habis naik angkotnya mesti nyambung jalan kaki dikit. Terus pas aku
bertanya gimana biar bisa langsung sampai ke tempatnya, abangnya langsung ngasih tau kita
rute angkot yg benar. Pokoknya seneng dan selalu ingin kembali ke Bandung untuk merasakan
atmosfirnya yg bersahabat.
Di dalam perjalanan kami menuju hotel Bukit Dago, kami juga
gak ditipu masalah ongkos. Karena perjalanan yg lumayan jauh dari stasiun
menuju hotel, kita pikir ongkosnya bakal mahal. Tapi ternyata abangnya
jujur ngasih kembaliannya. Udah sampe di hotel,
kami segera check-in. Aku menyerahkan kertas prinan booking hotel ke petugas. Lalu kami diminta menitip deposit sebesar 100 ribu yg akan dikembalikan saat
kami check out besok. Setelah itu, kami pun diberikan kartu akses untuk masuk
ke kamar. Kami mendapat kamar standard no 317. Saat itu kulihat banyak juga
segerombol anak muda yg sedang menginap disana. Mungkin mereka juga sedang liburan di Bandung .
Ketika masuk ke kamar, aku sangat senang dengan ruangannya.
Tidak terlalu besar, tapi rapi dan bersih. Aku melongok ke kamar mandi dan
ternyata kamar mandinya bersih. Ada
air hangat pula, jadi gak usah takut kedinginan pas mandi. Kami juga mendapat handuk,
sikat gigi dan sabun mandi. Juga telah disediakan air mineral di meja. Ada tv kabel juga disana, jadi lumayan bisa nonton mtv, program Jepang, sampai arirang. Arirang itu channel
broadcastnya Korea
yg international. MV boyband korea
“BTS” yg aku lagi demen banget juga kebetulan diputar di mtv. Pokoknya
istirahat di hotel setelah perjalanan yg lumayan panjang, ditemani mtv dan
kasur yg nyaman itu rasanya sesuatu banget lah. Di sekeliling dinding kamar dipasang
kaca. Di belakang, samping kiri, depan juga pada dipasang cermin. AC kamar sama
sekali gak kami nyalain, secara udah dingin juga hawanya. Paling kekurangannya ialah disana gak disediain termos pemanas air, yg kaya biasa ada di hotel-hotel. Yah,
namanya juga pesen room yg standard, jadi gak ada. Mungkin kalo pesen yg lebih
mahal ratenya, ada kali yak. Kan
lumayan kalo ada, bisa buat nyeduh teh atau buat masak air. Dan sebagai
masukan lainnya, di kamar mandinya juga sebaiknya dipasang cantelan baju. Soale kemarin aku liat gak ada. Jadi agak repot mau gantung bajunya pas mandi.
Kamar standard di hotel Bukit Dago, Bandung
230K per night include breakfast
Setelah leyeh-leyeh sebentar, kami langsung mandi dan
siap-siap untuk ngebolang sore itu. Kami akan mengunjungi alun-alun Bandung. Alun-alun itu bersebelahan
dengan masjid raya Bandung
yg gede banget. Alun-alun Bandung di desain sangat unik, karena bentuknya menyerupai lapangan sepak bola. Jadi
rumput sintetiknya belang-belang, hijau muda-hijau tua gitu. Kami naik angkot
dago-kalapa untuk menuju kesana. Di sepanjang perjalanan, mata kami mengamati
keramaian Bandung kala sabtu sore
itu. Banyak banget gerai makanan, jadi gak perlu takut kelaperan kalo dah di Bandung . Kami sampai di
tempat perberhentian terakhir angkotnya di jalan Dewi Sartika. Kemudian tinggal
jalan kaki sedikit menuju ke arah mesjid raya. Manusia sudah tumpah ruah memadati
alun-alun Bandung .
Oya, sepatu atau sandal juga mesti dilepas ketika akan masuk ke alun-alun agar
kebersihan tetap terjaga. Jadi kita tenteng ajah sendal kita. Kami
menyelip masuk ke dalam kerumunan sampai akhirnya dapet spot yg enak buat
foto-foto dengan background mesjid raya. Abis asik selfian, suara azan magrib
pun terdengar. Mba As segera beranjak menuju masjid untuk menunaikan sholat.
Aku menunggu di depan pelataran mesjid sambil dengerin mp3 di handphone.
Masjid raya Bandung yang terletak di area alun-alun
Alun-alun yang ramai dipenuhi pengunjung sore itu
Makin sore makin rame
Selfie in Bandung
Happy time
Dengerin musik sambil nunggu mba As selesai sholat
Setelah
mba As selesai sholat, kami pun langsung meluncur ke sekitaran jalan Dewi
Sartika untuk mengisi perut. Kami putuskan makan di warung
nasi padang
Ampera. Warung padang
nya saat itu lumayan ramai pengunjung. Setelah kenyang, kita sedikit window shopping
di Mall Grand Yogya yg ada di situ. Jalan Dewi Sartika bener-bener rame sama masyarakat yg lagi keliling-keliling disana. Apalagi ini kan malam minggu. Sambil jalan ke tempat ngetem angkot, kami melihat aneka barang dagangan dijajakan di sepanjang jalan.
Alhasil aku pun pulang membawa celana pendek pantai berwarna pink. Mba As pun membeli oleh-oleh untuk adiknya.
Setelah puas belanja, sekitar pukul 8 malam, kami pun segera
naik angkot untuk pulang kembali menuju hotel. Di perjalanan, mba As ngobrol
sama mamang angkotnya, tentunya dalam bahasa sunda. Aku pun roaming jadinya
karena gak ngerti apa yg lagi mereka bahas. Cuma berandai coba aja ada subtitle di
bawahnya, hahaha..
Sebelum menuju hotel, kami mampir di indomart yg terletak
tidak jauh dari hotel. Kami belanja air minum dan camilan untuk besok hari.
Kami pun membeli ayam goreng untuk bekal sarapan besok subuh sebelum berangkat
menuju tebing keraton.
Esoknya alarm di handphone membangunkanku. Jam 3 pagi aku
bangun. Mba As kubangunkan sekitar pukul 4. Kami pun sarapan dan bersiap-siap. Sekitar jam 5 pagi, kami pun berangkat menuju tebing. Kami kesana naik taksi yang berada tidak jauh dari hotel. Setelah nego harga, taksi kami
pun langsung meluncur menuju gerbang Tahura Juanda. Perjalanan hanya menempuh
waktu kurang lebih 10 menit. Kami tiba dan saat itu masih gelap. Jarang juga
orang yg lewat. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di warung sambil
memikirkan cara untuk naik ke atas. Kemudian mba As berbincang-bincang dengan
bapak pemilik warung dalam dialek Sundanya mengenai ongkos ojek kesana.
Setelah dilakukan nego, bapak pemilik warung yg juga ternyata merangkap sbg
tukang ojek, mengatakan bahwa kita bisa naik ke atas dgn membayar 75 ribu seorangnya.
Kalau berdua satu motor hanya dipungut 100 ribu, itu sudah pp dan ditunggu di atas.
Kami pikir kalau kami jalan kaki juga gak akan ngejer waktunya kalo mau liat sunrise. Jauh juga jaraknya. Keburu pingsan di jalan. Jadi
daripada buang waktu, akhirnya jadilah kita 3 in 1 an pagi itu. Udara
benar-benar dingin. Angin yg berhembus ketika ojek kami meluncur benar-benar
menusuk kulitku. Jalanannya juga menanjak curam dan berbatu. Medannya sulit sekali.
Tapi bapak ojek itu sudah terlatih jadi bisa mengendalikan motornya dengan
baik. Ketika hampir tiba di tebing, berkas sinar matahari mulai terlihat, dan pemandangan
yg kulihat dari motor saat itu benar-benar membuatku terkesan. Keren banget. Gunung
yg diselimuti kabut tebal begitu cantik.
Perjalanan ke atas memakan waktu sekitar 25
menit. Kami pun tiba di tebing keraton sekitar pukul 6 kurang 10 menit.
Setelah membayar tiket masuk sebesar 11 ribu, kami pun menelusuri jalan setapak yg mengarahkan kita ke ujung tebing. Dan ternyata di atas sudah
ramai sekali dengan manusia. Kami pun segera mencari spot foto di area yg tidak
begitu ramai. Setelah itu kami coba menyelinap ke dalam kerumunan orang di
ujung tebing. Setelah mengantri akhirnya dapet juga kesempatan untuk foto di
ujung tebing yg dibatasi pagar. Kami berfoto walaupun hanya sebentar saja. Karena di belakang
kami sudah mengantri orang-orang yg ingin segera berfoto juga. Huah.. Ga
puas euy fotonya. Oya, banyak banget orang yg memanjat melewati pagar
pembatas untuk menuju batu di tebing yg paling ujung. Memang ada seutas tali
tambang yg akan membantu kita naik turun. Tapi perlu nyali ekstra untuk berani
berfoto di ujung tebing yang ga ada pembatasnya itu. Meleng dikit bisa
kepeleset dan nyawa pun melayang. Apalagi banyak banget yg turun ke sana , mereka hanya
berpegangan pada batu-batu yg ada. Pokoknya mesti ati-ati bangetlah kalo
mau extreme selfie disitu.
Pas nyampe udah rame ajah
Great panorama from Tebing Keraton
Kata "karaton" diambil dari bahasa Sunda, artinya keindahan
Suka banget sama viewnya
Foto jalan setapak yg diambil dalam perjalanan kembali ke gerbang
Selesai foto, kita pun langsung pulang. Ga begitu lama waktu kita habiskan di tebing, karena crowded juga. Apalagi makin siang pasti makin sumpek. Sekitar
pukul 6 seprapat, kami pun segera kembali ke gerbang tebing keraton.
Disitu mamang ojek kami sudah menunggu. Oya, di dalam tebing tadi si mamang
sempet fotoin kita juga lho. Jalanan ketika pulang benar-benar menurun curam dan berbatu-batu. Hal ini membuat aku
sangat tidak nyaman di sepanjang perjalanan itu. Tapi akhirnya, kita sampai
juga di bawah dengan selamat. Lalu kami jalan kaki dari gerbang tahura menuju jalan
raya. Perjalanan kami tempuh sekitar 15 menit. Kami berjalan turun dengan
santai melewati sederatan villa dan rumah-rumah mewah. Kami juga melihat banyak bikers yang
berusaha mengayuh sepedanya di jalan yg menanjak itu. Dari anak-anak sampai
orang yg sudah lanjut usia, mereka semua berolahraga sepeda di minggu pagi itu. Kegiatan yg sangat positif untuk dilakukan. Setibanya di jalan raya, kami menyambung angkot menuju hotel.
Sesampainya di hotel sekitar pukul 8
pagi, kami pun segera menuju resepsionis untuk menanyakan tentang sarapan kami.
Sarapan pagi pun ternyata sudah tersedia. Kami hanya
perlu membawa kupon yg kami minta dari petugas resepsionis. Pilihan sarapannya
ada beberapa macam, dari mulai nasi goreng, mie goreng, bubur ayam dan roti
bakar. Minumnya pun bisa pilih dari teh, kopi, atau kopi susu. Kami pilih sarapan
dengan nasi goreng dan teh hangat. Kami segera menuju ruang restorasi untuk sarapan. Disana
terpampang jadwal untuk sarapan dilayani dari pukul 7 hingga 10 pagi. Kami
menukarkan kupon kami ke petugas, dan tidak beberapa lama kemudian makanan kami
pun datang.
Tidak terasa kami udah sarapan dua kali pagi ini. Hehehe.. Selesai
sarapan kami pun segera kembali ke kamar untuk leyeh-leyeh dan istirahat.
Setelah itu kami mandi dan siap-siap packing untuk pulang. Kami check out
sekitar pukul setengah 11 pagi. Tidak lupa menukarkan uang deposit yg aku titipkan di awal kedatangan. Setelah itu kami segera berangkat menuju Braga yg letaknya dekat
dengan stasiun Hall Bandung. Kami berjalan berkeliling di sepanjang jalan Braga minggu pagi itu.
Saat itu masih banyak toko yg tutup. Tapi jangan ditanya kalau semalam, pasti ramai sekali jalanan disini. Banyak tempat duduk disediakan di sepanjang jalan yg kental dengan nuansa bangunan Eropa itu.
Jalan Braga di Bandung
Awalnya kami menuju kafe
bernama Sugar Rush yg terletak di sebelah Braga City Walk. Soalnya kata temanku, di sana cake red velvetnya enak, Tapi sayangnya tokonya masih belum buka. Akhirnya kami jalan lurus lagi saja menuju ujung jalan untuk menemukan tempat makan yg oke. Soale aku kepengen nyobain mie kocok. Tapi sampai di ujung ternyata ga nemu. Akhirnya kita
memutuskan untuk putar balik, kembali menuju mall Braga City Walk untuk ngadem. Dan pas
balik tenyata Suga Rushnya sudah buka. Yey, akhirnya aku beli Red Velvet
seharga 30k untuk dibungkus pulang. Memang diantara kue lain, si red velvet
ini yg tersisa paling sedikit, tinggal beberapa potong saja. Mungkin saking lakunya
ya.
Kafe Suga Rush yang terletak di sebelah Braga City Walk
Red Velvet 30K by Suga Rush
Kami pun kemudian menuju Braga City Walk . Di dalamnya, terdapat restoran bernama The Kiosk yg menjual aneka
makanan. Termasuk juga si mi kocok Bandung. Akhirnya kita putuskan makan siang
disana. Kami disuruh duduk dulu sambil menunggu mereka menyiapkan bahan-bahan
masakan. Memang mereka masih awal buka ketika kami datang, jadi kami sempat
menunggu lama sekali sampai ada pelayan yg menghampiri kami. Sembari menunggu,
aku mencicipi red velvetnya, dan enyakkk kawan… Setelah penantian yg lumayan panjang,
akhirnya pelayan restorannya mendatangi meja kami. Aku memesan mi kocok polos
yg berisi mie dan toge. Mba As memesan nasi bakar dan ayam goreng. Kami harus
menunggu beberapa saat lagi, sampai pesanan kami tiba. Mie kocoknya rasanya agak
plain karena isinya emang cuma mie yg bentuknya gepeng, dan toge. Di menu mie
kocok yg standard sebenernya sih ada kikilnya, tapi aku ga pesen itu karena emang ga
bisa makan kikil. Makan siang diakhiri dengan pesanan siomay mba As. Perutku kembung
kebanyakan minum air karena makan sambel. Emang aku gak kuat pedes tapi nekat coba-coba.
The Kiosk at Braga City Walk
Restoran yang di desain seperti berada di dalam hutan
Restoran yang di desain seperti berada di dalam hutan
Mie kocok polos by the Kiosk
Kemudian kami pulang naik becak menuju stasiun Hall. Selesailah perjalananku di Bandung kali ini bersama
Mba As. Bandung memang selalu membawa cerita dan membuatku ingin pergi lagi kesana. Di bawah ini adalah video buatanku yang menampilkan keindahan tebing keraton di Dago, Bandung. Aku memang baru belajar membuat video, jadi masih amatiran. Please watch and enjoy, guys!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar