Sabtu, 30 November 2013, saya dan Mba Asni, pergi
mengunjungi Pekan Produk Kreatif 2013 di Epicentrum Walk Kuningan, Jakarta.
Saya sudah mantengin ini acara dari beberapa bulan lalu, karena saya ingat PPKI
2012 lalu sangat seru
(untuk melihat
postingan PPKI 2012 klik disini). Saya
begitu excited begitu sudah mengetahui tanggal
pasti diadakannya PPKI tahun ini. Saya langsung meng-sms mba As,
untuk memintanya jalan bareng saya kesana. Kami janjian di depan Halte Pasar
Festival, Kuningan. Saya
baru sampai
disana sekitar jam 11 seprapat, padahal mba As sudah menunggu dari jam 10
, sesuai janji kami pada malam sebelumnya.
Maaf ya Mba, aku
emang
ngaretnya udah keterlaluan
nih,
soale berangkatnya juga udah kesiangan. Hehehe..
Foto-foto dulu ah sebelum berangkat. :D
Bajuku tidak terlihat seperti sarung lagi bukan??
Untuk tahun ini
saya sengaja membuat baju dari kain sarung. Soale tahun kemarin saya baru tau
pas udah ditempat, kalo ternyata acaranya itu mengangkat tema budaya sarung
sebagai bagian dari fashion. Nah, makanya di tahun ini ketika saya browsing and
tau kalo temanya juga sarung, saya sengaja mendesain model baju yang menarik untuk
diaplikasikan pada bahan sarung. Soalnya di rumah emang lagi ada bahan sarung
nganggur juga, hehe.. Saya mendesain modelnya lalu diajarkan oleh mamah untuk membuat
pola bajunya. Tapi berhubung hari H semakin dekat dan saya belom sempet
ngejaitnya (baca: males), maka akhirnya si mamah juga yang jait. Hehe.. Dan
saya sangat puas dengan hasilnya. Kain sarung itu tidak terlihat seperti sarung
lagi, tapi sudah berubah menjadi pakaian yang modern. Mba As pun di sana tidak
menyadari bajuku itu dari kain sarung, baru setelah aku tanya pendapatnya, ia
langsung ngeh. Hehe..
Balik lagi ke soal
perjalanannya, sesampainya disana, saya langsung menuju XXI di dalam
mall Epicentrumnya untuk mengikuti seminar internasional. Oya, aku juga sempat melihat seorang gadis yang
memakai baju kebaya tapi cosplayer juga. Ia memakai wig hijau ala kartun di
anime. Sayang aku tidak minta foto bareng dia. Soale dia kaya lagi buru-buru
saat itu. Unik deh! Ketika kami sampai, rata-rata kursi sudah penuh oleh
peserta seminar. Seminar itu boleh dihadiri juga oleh masyarakat umum, dengan
terlebih dahulu mendaftar di panitia yang ada di dekat pintu masuk ruang bioskop. Saya waktu
itu mau main nyelonong masuk
ajah ke dalem, hehe.. Tapi mba As memperingatkanku untuk bertanya dulu ke
petugas. Kemudian ada seorang petugas yang menghampiri kami, untuk menuntun
kami ke meja registrasi terlebih dahulu. Kami lantas mengisi data diri dan
mendapat souvenir juga seperti tahun lalu aku kesana. Kami mendapat sebuah
goodie bag yang berisi note book, pulpen dan name tag. Kami segera memasuki
ruangan, dan saat itu seminar sudah dimulai.
Saat kami masuk, Bapak
Sutanto Soehodho yang merupakan deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang
Industri, Perdagangan, dan Transportasi, sedang berbicara di podium. Ia
bercerita tentang proyek revitalisasi kota tua, dan acara PRJ kemarin yang
makin lama dirasa jatuhnya untuk kelas menengah keatas
(*memang ada benarnya juga, ceritanya bisa
dilihat di postinganku tentang PRJ kemarin).
Maka sebagai solusinya, Jokowi mengadakan acara
rival yang serupa
,
di Monas kemarin
, dan
ditujukan bagi kelas menengah bawah.
Setelah itu
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Ada yang meminta upaya dari pemerintah
agar masalah sampah di sekitaran Kota Tua, Sunda Kelapa, Batavia bisa teratasi.
Dan ternyata menurut Pak Tanto, asset Kota Tua itu tidak dimiliki oleh
pemerintah daerah DKI, tapi oleh BUMN dan Swasta. Pemerintah daerah DKI Jakarta
sendiri hanya memiliki 6% dari assetnya. Karena itu dibutuhkan kesamaan visi
dari semua stake holder yang terkait untuk membangun Kota Tua sebagai bagian
dari heritage Jakarta. Lalu ada juga perwakilan dari Lampung yang mengharapkan
agar di daerahnya juga terdapat ruang-ruang kreatif. Dan Bu Mari menjawab agar bukan
hanya mengharapkan dari pemerintah daerah setempatnya saja (Lampung), tapi juga
perlu inisiatif dari masyarakatnya sendiri dalam membangun Lampung menjadi kota
Kreatif. Terus ada yang menanyakan tentang kesiapan ruang publik untuk
pembangunan industri kreatif. Kemudian dijawab oleh Pak Tanto bahwa sebenarnya
dari minimal 30% area RTH yang standarnya mesti dipenuhi, kita baru memiliki
sekitar 12% area terbuka hijau saat ini. Untuk menambah 1% itu ternyata harus
membobol area sebesar monas lho kawan. Maka dari itu perlu juga adanya
pemanfaatan vertical space. Seperti desain stasiun bawah tanah (MRT yang
nantinya diharapkan bisa terwujud) yang dimanfaatkan juga sebagai ruang
kreatif. KOTU kelak akan didesain menjadi kawasan strategis pariwisata
nasional. Semoga pembangunan ini bisa terealisasi secepatnya ya.
Bu Mari Elka Pangestu dan Bapak Sutanto menjadi speaker pertama dalam seminar.
Creative space
sendiri baru tercipta di kota Solo, Bandung dan Yogyakarta. Selain itu juga
perlu diciptakannya ruang kreatif secara virtual, sebagai solusi juga bagi
penanya yang dari Lampung tadi. Dalam ruang kreatif virtual, kita bisa sharing
ide dan bertemu dengan orang-orang kreatif secara virtual. Lalu terakhir ada
yang menanyakan cara menghadapi persaingan/ mempertahankan warisan budaya itu
sendiri. Bu Mari ingin agar di dalam negeri, orang-orang kreatif kita juga diberikan
apresiasi lebih. (contohnya seperti para seniman keramik di Korea yang dibahas
nanti oleh perwakilan negara Korsel). Dengan memberi apresiasi kepada
orang-orang kreatif terpilih, maka akan tercipta standarisasi, sehingga
nantinya menimbulkan suasana industri kreatif yang saling bersaing untuk
memberikan yang terbaik.
Setelah selesai
seminar part pertama, aku dan Mba As makan siang. Aku sampai nambah pudingnya 2
kali lho, habis enak sih. Hehe.. Kemudian dilanjut foto-foto suasana di sekitar venue PPKI 2013.
Arena Panggung Pertunjukkan
This piggy is so cute.. !!
Foto bareng OK, Orang Kreatif.
OK nya ada dua disana, dan mereka sangat aktif berkeliling di sekitar venue.
Tengkyu OK, udah mau ngelayanin kita buat narsis-narsisan. :)
16 sektor ekonomi kreatif tergambar dalam papan ini.
Sektor Fotografi
Kamera Lubang Jarum
Kamera paling sederhana tanpa lensa.
Kamera Analog
Kamera yang menggunakan lensa dan film untuk merekam gambar.
Sektor Desain
Sektor Musik
Sasando, alat instrumen musik petik yang berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Angklung!
Sektor Fashion
Baju ini karya Tex Sevario, perancang busana tanah air yang pernah merancang kostum untuk Lady Gaga.
How beautiful it is!
Sektor penerbitan
Sektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak
Tab motret tab..
Sektor Film dan Video
Sektor Kerajinan
Chicken Cage with Mega Mendung Design
Sektor Arsitektur
Maket ini menggambarkan tata ruang Kota Tua.
Sektor Periklanan
Sektor Kuliner
Replika makanan diatas dibuat dari kain flanel.
Panggung pertunjukkan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukkan musik dan tari.
Aku menemukan wallpaper yang menarik di dalam mall.
Setelah break lunch selesai, seminar diisi
oleh perwakilan dari Unesco yaitu Nagata san. Kami jadi agak malu, saat beliau
membahas tentang pariwisata Indonesia. Bayangkan saja, orang luar yang jadinya
lebih perhatian sama pariwisata negara kita. Ia mengkr
itisi tentang keadaan KOTU yang masih perlu banyak
perbaikan, dan permasalahan sampah yang parah di sungai sekitaran KOTU. Ia juga
membahas apakah ketika kita berkunjung ke Borobudur, kita juga mengobsevasi dan
menghabiskan waktu berbincang dengan penduduk sekitar. Menurut survey,
rata-rata turis yang datang ke Borobudur itu kebanyakan dari area Jojga
sendiri. Dan mayoritas, waktu yang dihabiskan disana untuk liburan berkisar
sekitar 3 jam-an, tanpa ingin mengenali seperti apa masyarakat yang tinggal
disekitarnya. Memang sih, saya pribadi yang tahun ini bisa berkesempatan
kesana, hanya mengunjungi Borobodur tanpa mencari tau tentang latar belakang
tempat itu sendiri. Cerita bagaimana Borobudur bisa dibangun, ataupun budaya
yang berkaitan dengan masyarakat sekitar situ, saya nggak tau. I know nothing,
exactly like he said. All I know, was being “narziz” there, Wkwkwk..
Surprise untuk
tahun ini, ada ketika perwakilan dari Korea juga datang untuk mengenalkan kota
Incheon sebagai Crart and Ceramic City. ART dipilih sebagai slogan kota Incheon
yang merupakan singkatan dari A... (A, nya maaf saya lupa), R nya itu Rich
(kata yang ini paling pertama diinget, wkwkk), dan T untuk Top. Bahkan di kota
Incheon, ada SMK khusus jurusan keramik lho. Mantap kan!
Nagata san, menjadi speaker dalam seminar part kedua.
Nagata san menjelaskan slidenya dalam bahasa Inggris.
Aku dan Mba As merasa nyaman mendengar presentasinya yang menarik dan ingin terus mendengar beliau berbicara.
Unesco mencermati Kota Tua Jakarta sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia
Nagata san mengkritisi keadaan Kota Tua yang masih butuh banyak pembenahan.
Karena waktunya terbatas, mister Nagata menjadi agak buru-buru ngejelasinnya.
Saking asyiknya nyimak Nagata san ngomong, setelah beliau selesai presentasi, kami langsung berkata,
"Yah, kok udah kelar sih!"
Bahkan waktu untuk sesi tanya jawab pun menjadi dilewatkan, karena waktunya yang sangat sempit.
Sambil dengerin Nagata san, kita foto-foto narsis juga lho. Hehe..
Foto ini menggunakan aplikasi kamera 360 yang ada di tab Mba As.
Mba As use the Magic Skin option, that make our skin softer in one magic shot.
Mr. Cho Byung Don, selaku walikota Incheon, menjadi pembicara setelah Nagata san.
Beliau membuka seminar dengan memberi salam terlebih dahulu kepada para audience. "Anyeonghaseo!"
Dan secara serempak, kami para audience membalasnya juga dengan mengatakan, "Anyeonghaseo!"
Dan Mr. Cho langsung merasa senang karena ternyata orang Indonesia mengerti bahasa Korea juga.
Padahal mah emang bisanya cuma itu doang mister, hehehe..
Mr. Cho berpresentasi dalam bahasa Korea. Karena itu beliau dibantu oleh seorang penerjemah.
Dan rasanya aku sering liat mba penerjemah itu di tv deh.
Jadi, kalo semisal ada artis Korea yang lagi berkunjung ke Indonesia, beliau menjadi translater di sejumlah press conference.
Bener gak yah??
Kota Incheon yang digambarkan menjadi pusat aktivitas kreatif di bidang kerajinan dan keramik.
Mrs. Fiona Kerrs menjadi pembicara berikutnya.
Tahun lalu beliau juga ikut mengisi PPKI bersama Pak Jokowi, Bu Mari dan hostnya Pak Jaya Suprana.
Bapak Amran Nur menjadi pembicara untuk perwakilan daerah Sawahlunto, di Sumatera barat.
Miss Fiona menjawab pertanyaan dari salah satu audience yang bertanya bagaimana membentuk habit agar lebih disiplin, misalnya dalam membuang sampah pada tempatnya. Ia menjawab bahwa ada dua cara yang bisa dilakukan, pertama dengan memberi edukasi, dikasih tau untuk buang sampah pada tempatnya. Dan yang kedua adalah dengan memberi hukuman. Jadi semisal kita liat ada orang yang buang sampah sembarangan, kita ingetin dia, dengan berkata "Mas, barangnya ada yang jatuh tuh. Nah otomatis kan nanti dia ambil gitu, dan buang di tempat sampah. Tapi kurasa kalo diaplikasiin disini, bisa jadi reaksinya malah beda ya, hehe..
Secara garis
besar PPKI tahun kemarin lebih seru dibanding tahun ini. Karena pas tahun
kemarin, seminarnya diadakan 3 hari, dan masing-masing hari memiliki topik yang
berbeda tergantung bidangnya. Selain itu pengisi seminarnya pun lebih banyak
dan lebih meriah tahun lalu (*makanannya juga lebih meriah tahun lalu,, :p).
Aku sebenarnya berharap akan kehadiran Bapak Jokowi lagi, malahan kalau bisa
ditemani juga dengan Pak Ahok tahun ini. Tapi mungkin karena suatu alasan, Pak
Jokowi/ pun Pak Ahok tidak bisa hadir. Tapi walaupun begitu, aku sangat
mengapresiasi usaha Bu Mari cs
untuk menggerakkan sektor ekonomi kreatif agar lebih maju. Semoga PPKI
tahun depan bisa lebih seru ya bu.. :)
Sebenarnya
sebelum berangkat aku sudah membawa dua buah buku karya Yoris Sebastian untuk
diminta tanda tangan. Karena menurut skejul, ia akan menjadi speaker dalam
bincang kreatif bidang periklanan. Tapi ketika aku mendatangi tempatnya, aku
tidak mendapatkan sosok Yoris hadir disana. Makanya aku sedikit kecewa karena
tidak bisa bertemu langsung dengannya dan minta tanda tangannya. Aku juga
sebenernya ingin bisa foto bareng Arif, sang CEO Agate Studio, tapi karena aku
dari tadi ikut seminar internasional, makanya aku tidak bisa mengikuti seminar
di tempatnya Arif. Habis waktu seminarnya itu pada berbarengan sih. :(
Sampai malam pun, si OK tetap semangat melakukan pekerjaannya!
Ia berkeliling mall terus, karena dialah ikon Orang Kreatif.
Setelah seminar berakhir, para audience dibagikan sertifikat keikutsertaan dalam seminar internasional ini.
Acara berakhir
pukul 5 sore, jauhhhhhhhh lebih cepat dibanding perkiraanku. Soalnya, tahun
kemaren itu ditutup sama Jokowi sebagai pembicara terakhir, acara selesai
sampai jam setengah 7. Makanya, itu juga yang bikin aku agak kecewa, karena
acaranya kok berasa cepet banget sih habisnya. Malamnya sekitar pukul 7,
kami tiba di terminal blok M. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju mall Blok M
untuk cuci mata, Mba Asni pergi
sholat dulu. Aku pun lantas menunggu di luar. DI saat itu aku seperti
mendapatkan diriku lagi, aku menikmati saat-saat tenang di malam itu. Aku
berada di tempat di mana orang tidak mengenalku. Aku hanya memandangi
orang-orang yang lalu lalang di sekitar Blok M sambil berpikir dalam tenang.
Aku merindukan mement ini, the silent hours. Dimana aku bisa berpikir lebih
dalam tentang hidup. Aku memang orang yang cenderung lebih ke dalam. Aku tidak
suka menjadi pusat perhatian. Aku menikmati moment menjadi tidak dikenali oleh
siapapun, setelah hari-hari sebelumnya hidup di lingkungan dimana orang mengenaliku
dan semua orang berbicara. Dalam diam itu, aku mendapatkan suatu pencerahan
bahwa yang namanya hidup memang butuh variasi. Setelah dalam waktu lama, aku
menjalankan rutinitas tiap hari yang tanpa hentinya dikelilingi orang-orang,
aku saat itu hanya sendiri.
Ya, aku
memang lebih suka sendiri. Walaupun sebagai manusia kita memang merupakan
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, tapi pada dasarnya aku suka merasa
“kelelahan” akan keramaian. Dan moment hening di malam itu, dimana aku hanya
memandangi orang yang lalu lalang di jalanan, merupakan sebuah saat-saat yang
aku rindukan. Mba As pun kembali, ia sudah menyelesaikan sholatnya. Aku pun
merasa
seperti sudah
ter-“charge” kembali. Kami melanjutkan perjalanan sambil ngobrol-ngobrol lagi.
Mungkin ini terdengar sangat aneh bagi kebanyakan orang, tapi aku yakin bukan cuma
aku yang seperti itu. Hehe.
Pulangnya, kami
membeli bubur ayam untuk dimakan di kosan Mba As. Bubur ayamnya murah dan enak.
Sambil nyetel vcd westlife, aku dan Mba As menikmati buryam. Akupun lanjut ngobrol-ngobrol
lagi dengan Mba As tentang pekerjaan kami masing-masing. Mba As baru pindah ke
tempat kerja yang baru. Tentu pengalaman baru lagi yang dia dapatkan. Aku
sangat bersyukur memiliki senior yang sperti Mba As di tempatku “belajar kerja”
pertama kali. Dia menjadi semacam role modelku sampai sekarang, tentang
bagaimana bersikap dengan orang lain dan seluk beluk dunia kerja. Bagaimana
harusnya bersikap di lingkungan kerja dan bisa menghargai rekan-rekan kerja di
sekeliling. Aku belajar dari pemikirannya yang sudah lebih dewasa serta
pengalaman-pengalaman yang didapatkannya dari bekerja sekian tahun. Banyak
pelajaran yang kupetik darinya, sejak kami masih kerja bersama-sama sampai
sekarang kami sudah bekerja di tempat masing-masing. Terima kasih mba karena
sudah mau membimbingku dalam hal dunia kerja dan mendengarkan setiap curahanku. :)
Aku pun ingin
bisa menjadi teladan bagi sekelilingku seperti Mba As, di lingkungan kerja dan
dimanapun aku berada.
Lanjut keesokan paginya,
setelah selesai mandi, aku dikasih main game di Tab samsul nya. Aku jadi keranjingan main game baru nih, ampe
males untuk beranjak untuk pulang. Aku main game zombie dan game petualangan
mengambil koin di rel kereta yang aku lupa namanya. Aku asyik main game sampe
sekitar sejam-an, dan gag
berasa tau-tau udah jam 9 pagi. Saatnya aku untuk pulang. Sambil jalan kaki ke
depan, kami sarapan dulu di warteg dekat kosan Mba As. Setelah selesai makan,
aku pun berpisah dengan Mba As. Aku merasa sangat senang akan perjalanan kali
ini yang telah memberikanku udara segar. Aku pulang menuju terminal Blok M,
lalu naik bis yang menuju Bekasi. Tak lupa sebelum pulang ke rumah, aku pun
pergi ke gereja dulu untuk beribadah. Baru siangnya kira-kira jam setengah 3,
aku pun tiba di rumah.
Cheers,
Nita